logo-sekolah-islam-shafta

TAFSIR AYAT TOLERANSI DALAM AL-QURAN

NKnMZLWtCo

Keberagaman dalam kehidupan manusia merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat terhindarkan. Keberagaman tersebut dapat dilihat dalam berbagai sisi, misalnya keberagaman suku bangsa, tradisi, pemikiran, maupun paham keagamaan. Dalam lingkup agama, keberagaman dapat ditinjau mulai dari perbedaan agama-agama yang dianut, hingga perbedaan paham yang muncul dalam satu agama tertentu, misalnya dalam Islam terdapat keberagaman mazhab fiqih, aliran, dan lain sebagainya. Keberagaman ini merupakan hal yang wajar, namun pada tingkatan tertentu, penguatan identitas yang berujung pada fanatisme seringkali menjadi masalah perpecahan antar umat manusia. Merujuk hal tersebut, maka di sinilah konsep toleransi dirasakan menjadi hal yang benar-benar dibutuhkan.

Sebelum berlanjut, sebaiknya kita pahami dulu apa itu toleransi. Toleransi adalah bersikap toleran, dan menurut KBBI toleran adalah sifat atau sikap menenggang (menghargai, membiarkan, membolehkan) terhadap pendirian (pendapat, pandangan, kepercayaan, kebiasaan dan kelakuan) yang berbeda atau bertentangan dengan pendirian diri sendiri. Sedangkan di dalam bahasa Arab toleransi disebut juga dengan tasamuh. Menurut Ibnu Asyur tasamuh adalah sikap yang fleksibel dalam bermuamalah dan menjaga sikap I’tidal (keseimbangan) dalam mempersulit dan terlalu mempermudah suatu urusan.

Di dalam Al-Quran makna-makna toleransi tersirat dalam beberapa ayat Al-Quran, salah satunya dalam QS. Yunus ayat 40-41, yang berbunyi:

وَمِنْهُمْ مَّنْ يُّؤْمِنُ بِهٖ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّا يُؤْمِنُ بِهٖۗ وَرَبُّكَ اَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِيْنَ ࣖ ٤٠ وَاِنْ كَذَّبُوْكَ فَقُلْ لِّيْ عَمَلِيْ وَلَكُمْ عَمَلُكُمْۚ اَنْتُمْ بَرِيْۤـُٔوْنَ مِمَّآ اَعْمَلُ وَاَنَا۠ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ ٤١

Artinya: “Di antara mereka ada orang yang beriman padanya (Al-Qur’an), dan di antara mereka ada (pula) orang yang tidak beriman padanya. Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan. Jika mereka mendustakanmu (Nabi Muhammad), katakanlah, “Bagiku perbuatanku dan bagimu perbuatanmu. Kamu berlepas diri dari apa yang aku perbuat dan aku pun berlepas diri dari apa yang kamu perbuat.”

Syaikh Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menjelaskan ayat ini bahwa dalam menerima Al-Quran, orang-orang musyrik terbagi menjadi dua golongan: pertama, golongan yang percaya kepada Al-Quran dalam diri mereka dan tahu bahwa Al-Quran adalah benar, tetapi mereka keras kepala dengan tetap mendustakannya. Kedua, kelompok yang memang meragukan Al-Quran dan tidak memercayainya. Selain itu dalam perspektif lain kata يُّؤْمِنُ  juga dapat dimakanai dengan makna penerimaan, yakni sebagian dari umat nabi Muhammad akan ada yang (menerima dan) beriman kepada Al-Quran dan mengikuti Nabi Muhammad saw. serta mengambil manfaat dari apa yang dibawanya, dan ada juga dari mereka yang tetap berada pada kekafirannya, maka dia akan mati dalam kekafirannya dan akan dibangkitkan dalan keadaan itu pula.

Selanjutkan Az-Zuhaili menjelaskan pula pada bagian ayat وَرَبُّكَ اَعْلَمُ بِالْمُفْسِدِيْنَ  (“Tuhanmu lebih mengetahui tentang orang-orang yang berbuat kerusakan.”) Dijelaskan bahwa Allah Maha Mengetahui siapa saja orang yang patut mendapat hidayah, maka Dia akan memberinya hidayah, dan orang siapa saja yang patut tetap dalam kesesatan maka Dia menyesatkannya, merekalah orang-orang yang membangkang dan keras kepala, dan Allah swt adalah Mahaadil dan tidak pernah curang dan zalim, tetapi Dia akan memberikan apa yang pantas bagi mereka.

Pada bagian وَاِنْ كَذَّبُوْكَ فَقُلْ لِّيْ عَمَلِيْ وَلَكُمْ عَمَلُكُمْۚ , dijelaskan bahwa apabila mereka orang-orang musyrik mendustakan kamu dan terus melakukan itu, berlepas dirilah dari mereka dan dari perbuatan mereka dan katakan kepada mereka lii ‘amalii (bagiku pekerjaanku) yaitu tugas menyampaikan risalah, peringatan dan berita gembira, ketaatan dan keimanan, dan Allah SWT akan memberi aku balasan atas itu semua, wa lakum’amalakum (dan bagimu pekerjaanmu) yaitu berbuat zalim, musyrik dan kerusakan.

Selanjutnya di akhir ayat, اَنْتُمْ بَرِيْۤـُٔوْنَ مِمَّآ اَعْمَلُ وَاَنَا۠ بَرِيْۤءٌ مِّمَّا تَعْمَلُوْنَ, “Kamu berlepas diri dari apa yang aku perbuat dan aku pun berlepas diri dari apa yang kamu perbuat.” Yang dimaksud dengan hal ini adalah al-zajru war rad’u (penolakan dan larangan) serta penegasan akan prinsip tanggung jawab pribadi yaitu bahwa tanggung jawab setiap manusia hanya terbatas pada dirinya sendiri dan tidak ada tuntutan tanggung jawab atas dosa orang lain. Lain kata, maknanya adalah ‘maka janganlah kalian menghukum aku dengan pekerjaanku ini, dan aku tidak akan menghukum pekerjaan kalian dan aku telah memaafkan dan aku terlepas diri dari pekerjaan kalian’, seperti yang Allah Swt. firmankan dalam QS. Hud ayat 35, “Katakanlah (Muhammad), Jika aku mengada-ada, akulah yang akan memikul dosanya,dan aku bebas dari dosa yang kamu perbuat.

Adapun sikap orang-orang musyrik yang mendustakan kamu wahai Muhammad, maka janganlah kamu merasa aneh dari hal itu, dari mereka ada orang yang mendengarkan kamu saat kamu membaca Al-Qur’an dan mengajarkan syari’at agama, akan tetapi mereka tidak menyadarinya dan tidak mau menerimanya, kecuali mereka mendengarkan tanpa tadabur dan pemahaman, mereka hanya mendengarkan dengan memerhatikan susunan Al-Qur’an dan lonceng suaranya, (tetapi) mereka tetap dalam keadaan lengah dan main-main dan tidak serius, seperti yang tersirat dalam firman Allah, “setiap diturunkan kepada mereka ayat-ayat yqng baru dari Tuhan, mereka mendengarkannya sambil bermain-main, hati mereka dalam keadaan lalai.” (QS. al-Anbiya’2-3)

Dari penafsiran Syaikh Wahbah Az-Zuhaili di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa perbedaan suatu keyakinan atau pendirian adalah hal tidak mengherankan karena hal ttersebut sudah diberitakan dalam Al-Quran sejak dahulu kala, dan kita diperintahkan untuk menyerahkan urusan kebenaran itu kepada Allah Swt., karena Allahlah yang lebih mengetahui dan yang akan memutuskan tentang orang-orang yang berbuat buruk dan berbuat kerusakan. Kita diperintahkan pula untuk bertoleransi atas apa yang masing-masing dikerjakan oleh manusia, karena kita tidak akan menanggung dosa satu sama lain, maka tugas Nabi dan umatnya yang beriman hanyalah menyampaikan dakwah atas ajaran Allah Swt., jika terdapat orang-orang yang keras kepala dan berlainan arah, maka sebaiknya kita berlepas diri dari apa yang mereka perbuat dan menyerahkannya kepada Allah Swt.

Author

Latest Post